Monday, January 16, 2017

KEDAULATAN ALLAH DALAM MISI

KEDAULATAN ALLAH DALAM MISI 

Misiologi
kata ‘misi’adalah istilah bahasa Indonesia untuk kata Lain ‘missio’ yang berarti perutusan. Kata Missio adalah bentuk substanstif dari dari dari kata kerja mittere (mitto, missi, missum) yang mempunyai beberapa pengertian dasar (1) membuang, menembak, membentur, (2) mengutus, mengirim, (3) membiarkan, membiarkan pergi, melepaskan pergi. (4) mengambil/menyadap, membiarkan mengalir.[1]
Jika visi Gereja adalah visi kerjaan Allah, maka tidaklah terlalu sukar untuk memami bahwa misi Gereja adalah missio dei, yaitu misi pemberian Allah sendiri. [2]
Misi Gereja untuk mendirikan tanda-tanda Kerajaan Allah berupa pelaksanaan tugas untuk ikut mengusahakan diberlakukannya kebenaran keadilan, kasih, perdamaian dan keutuhan ciptaan, di dalam masyarakat.[3]
Misi merupakan sesuatu yang esensial dalam Teologi Kristen. Misi menjadi jelas ketika Yesus diutus oleh Bapa ke dalam dunia untuk melaksanakan misi yang sangat besar (Yoh. 3:16). Allah adalah Allah yang misioner, Dia memiliki hati misi. Misi-Nya dirancangkan jauh sebelum dunia dijadikan yaitu untuk membawa shalom.
Unsur kedaulatan Allah merupakan unsur yang terkadang dipahami hanya dari sudut pandang tertentu saja. Terutama ketika kedaulatan Allah ini dihubungkan dengan misi, maka dapat timbul sudut pandang yang bersifat negatif yang tidak mendorong orang percaya untuk melaksanakan misi melalui penginjilan agar orang berdosa yang belum percaya selamat.
Sudut pandang yang pertama dapat bersikap sebagai berikut:
Kedaulatan Allah menyatakan bahwa Allah berkuasa dan dapat menentukan apakah seorang diselamatkan atau tidak sejak mulanya. Dengan demikian, orang percaya tersebut dapat memiliki pikiran bahwa tidak perlu penginjilan. Sebab kalau Allah sudah menentukan orang tersebut untuk diselamatkan, dan Allah ingin menyelamatkan orang percaya dari dosa, maka Allah berdaulat untuk melakukannya dengan cara apapun juga (termasuk melalui penglihatan, mimpi dan pengalaman spiritual pribadi lainnya). Allah bahkan dapat  melakukan hal ini tanpa manusia sebagai alat atau saksi dalam penginjilan.
            Dengan sikap yang pertama ini, maka orang percaya akan mengurungkan niat untuk menginjil dan membiarkan Allah mendemostrasikan kedaulatanNya dengan dahsyat tanpa perlu memakai manusia di dalam proses penyelamatan orang berdosa yang dimulai dengan penginjilan ini. Manusia hanya akan mengagumi karya Allah dalam menyelamatkan orang berdosa tanpa timbul kepedulian untuk terlibat di dalamnya atau kesediaan untuk menyediakan hidup ini sebagai alat untuk menjadi saksi Kristus agar orang lain diselamatkan.
Sikap yang kedua ialah lanjutan dari sikap yang pertama, yang masih mempercayai bahwa Allah telah menetapkan seorang selamat atau tidak selamat. Apabila sudah ditetapkan dari awal oleh Allah yang berdaulat bahwa seorang itu tidak diselamatkan, maka usaha penginjilan apapun yang dilakukan seseorang akan sia-sia. Sebab meskipun orang tersebut sudah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, namun pada akhirnya yang  bersangkutan dapat murtad dan berbalik atau undur dari keselamatan itu.
Oleh sebab itu perlu adanya pengenalan akan sifat Allah yang sesungguhnya untuk kita dapat memahami tindakan Allah khususnya dalam kaitannya dengan usaha memberitakan kabar keselamatan kepada orang berdosa. Hal ini akan menghindarkan kita dari memiliki perspektif yang salah dan akan berakibat pada tindakan yang dilandasi motivasi atau pemikiran yangs alah juga.
Perumusan Masalah
            Makalah ini akan membahas kedaulatan Allah dalam misi. Seperti yang telah dibahas dalam pendahuluan / latar belakang masalah, bahwa unsur kedaulatan Allah terkadang salah dipahami sehingga berpengaruh terhadap sikap orang percaya dan tindakan mereka berkaitan dengan misi. Dalam makalah ini akan dibahas pengenalan sifat Allah berkaitan dengan tugas orang percaya dengan melakukan misi sehingga tiba pada sikap dan tindakan yang benar.

Tujuan Penulisan Makalah
            Tujuan penulis dalam makalah ini ialah memberikan penjelasan alkitabiah mengenai kedaulatan Allah secara utuh dalam hubungannya dengan misi agar tiap orang percaya memiliki sikap yang tepat dalam pemahaman dan aplikasinya dalam pelaksanaan misi. Sehingga tidak ada orang yang terpengaruh dalam pelaksanaan misi karena pemahaman yang kurang komprehensif mengenai kedaulatan Allah.
 Analisis dan Masalah-masalah
Ketika kita berbicara tentang misi, maka kita perlu berangkat dari pemahaman kita mengenai soteriologi atau doktrin keselamatan. Siapa saja yang berperan sampai seorang yang belum percaya diselamatkan? Apakah sepenuhnya Allah saja yang dapat berkarya tanpa campur tangan manusia? Atau ada bagian tertentu yang perlu dilakukan oleh orang percaya untuk dapat memenangkan orang yang belum percaya?
Kita dapat belajar dari sudut pandang Rasul Paulus yang mengatakan “Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil” dalam 1 Korintus pasal 9 ayat 16. Tentu Rasul Paulus tidak dapat melupakan pengalamannya melihat sinar yang begitu terang dan suara Tuhan yang menyatakan diriNya, yaitu Yesus yang sudah Paulus aniaya. Dalam pengakuannya terhadap Yesus sebagai Tuhan itu, Paulus masih harus melalui pengalaman yang tidak menyenangkan baginya yaitu mengalami kebutaan selama tiga hari. Tuhan kemudian mengutus Ananias untuk menumpangkan tangan dan mendoakan Paulus sehinga seketika itu juga selubung yang menutupi matanya terlepas dan ia dapat kembali melihat dengan normal dan mata rohaninya semakin jelas memandang Yesus Kristus sebagai Juruselamat manusia.
Setelah Paulus mengalami pengalaman pertobatan dan panggilan Tuhan ini, dia kemudian sampai pada pernyataan bahwa tidak mungkin dirinya tidak memberitakan Injil setelah melewati segala hal yang Tuhan kerjakan dalam hidupnya. Bahkan merupakan suatu kutukan bagi dirinya bila tidak menginjil dan Paulus juga tidak ingin berhutang kepada siapapun sehingga dia tidak akan menyimpan pemberitaan injil itu untuk dirinya sendiri. Paulus berupaya dengan segala cara untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa dengan beradaptasi dan berkontektualisasi terhadap yang menjadi sasaran pemberitaannya, baik bangsa Yahudi maupun bangsa Yunani.    
Di dalam bab kedua yang membahas tentang kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia pada buku Evangelism and the Sovereignity of God, J. I. Packer menulis bahwa Alkitab mengajarkan tentang kedaulatan Allah dan juga mengajarkan tentang tanggung jawab manusia secara berdampingan; terkadang bahkan dalam bagian Alkitab yang sama. Keduanya benar karna dijamin oleh otoritas ilahi yang sama yaitu Alkitab itu sendiri, sehingga keduanya harus diterima dan tak saling  dipertentangkan.[4]
Dari pengalaman pribadi Paulus, kita dapat belajar dengan melihat bahwa Paulus merasakan kedaulatan Allah yang berkuasa membalikkan sikap hidupnya yang tadinya adalah penganiaya orang Kristen, sekarang menjadi alat pilihan Tuhan untuk memberitakan nama Yesus ke segala bangsa dan raja-raja. Kemudian Paulus melakukan bagian yang menjadi tanggung jawabnya dengan mentaati apa yang Tuhan perintahkan padanya. Paulus langsung memberitakan tentang Yesus sebagai Anak Allah, dan ia pun terus melakukan tugasnya dengan memberi pengaruh bahkan di kalangan orang Yahudi dengan membuktikan Yesus adalah Mesias. Inilah cara Paulus menginjil pertama kali setelah mengalami pertobatan.
Ichwei G. Indra dalam bukunya yang berjudul Teologi Sistematis mengatakan:
dasar pertama keselamatan manusia adalah anugerah Allah, yaitu sifat kasih Allah kepada manusia yang tidak layak menerima anugerah karena hidup dalam perbudakan dosa dan kejahatan.[5]
Anugerah Allah ini yang adalah hasil kasih Allah, yang ketika kita pahami dapat membuat kita belajar memahami meskipun sulit mengenai keadaan manusia yang tidak layak diselamatkan karena dosanya yang merupakan hakikat dari manusia itu sendiri, tetapi tetap Tuhan mengampuni dan menyelamatkan pada akhirnya.
J. I. Packer mengatakan bahwa merupakan perintah Kristus mewajibkan kita untuk membaktikan seluruh kemampuan akal dan usaha kita untuk mengabarkan Injil dengan cara apapun yang mungkin kepada siapapun. Tak ada alasan bagi kita untuk tidak menginjili. Salah besar jika kita mengaplikasikan doktrin kedaulatan ilahi dengan mengurangi urgensi, desakan prioritas dan keharusan yang mengikat dari perintah penginjilan.[6] Dengan tegas pernyataan ini disampaikan sehingga kita menyadari bahwa bentuk yang diberikan kepada kita adalah perintah Kristus dan menjadi sebuah kesalahan bila kita kurang menyadari urgensi dan kedaulatan Allah di dalam pekabaran Injil itu sendiri.
Sifat Pekabaran Injil yang adalah pengutusan dibahas oleh H. Venema dalam bukunya Injil untuk semua orang, yaitu bahwa gereja Kristus melaksanakan pekabaran Injil atas perintah Allah Tritungal. Menurut rencanaNya yang kekal, Ia mengerjakan keselamatan dunia melalui umatNya. Pekabaran Injil yang dilakukan oleh gereja adalah penggenapan dari pelaksanaan “missio Dei” (misi yang dari Allah sendiri) di dunia. Untuk itu Tuhan Allah menggunakan cara pengutusan.[7] Oleh karena itu kita sebagai umat Allah wajib melakukan perintah Allah sehingga hendaknya bersedia untuk terlibat dalam pengutusan. Pengutusan ini sudah dirancangkan Allah sejak kekekalan, karena Allah sudah menyiapkan karya Agung yaitu penyelamatan manusia atas segala dosa-dosanya melalui pengutusan AnakNya. Seperti Allah memberikan teladan lewat pengutusan Yesus ke dunia untuk menyelamatkan manusia berdosa, maka kita pun diutus oleh Allah sama seperti Yesus untuk memberitakan berita keselamatan (Injil) kepada mereka yang belum mengenal satu-satunya jalan keselamatan yaitu Yesus.
Pendapat H. Venema mengenai tujuan pekabaran Injil adalah untuk mengumpulkan semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat sehingga Allah Tritunggal dimuliakan oleh semua bangsa, ketika kehidupan mereka diperbarui dalam konteks budaya masing-masing.[8] Budaya yang ada dapat menjadi media untuk pesan Injil itu disampaikan dan tepat sasaran sebab menyentuh unsur kehidupan masyarakat langsung.
Urut-urutan yang dibuat oleh H. Venema dalam rangka mencapai tujuan PI dimulai dengan pertobatan dan kepercayaan orang kafir, dilanjutkan dengan pembaptisan orang percaya, diteruskan dengan penanaman atau pembangunan serta perluasan gereja dimana terjadi pengumpulan semua warga Kerajaan Allah sehingga pada akhirnya membawa kemuliaan bagi nama TUHAN.[9] Dalam rangka mewujudkan tujuan pekabaran Injil, maka pengumpulan semua warga kerajaan Allah yang dimulai dari proses pertobatan merupakan penggunaan wadah gereja Kristus, dimana nantinya warga gereja inilah yang akan melanjutkan tugas pencapaian tujuan pekabaran Injil ini.
Buku berjudul Injil untuk semua orang yang ditulis oleh H. Venema menulis jelas bahwa tujuan Pekabaran Injil adalah memuliakan nama TUHAN. Semua sub tujuan yang ada dalam PI merupakan urutan ke tujuan utama, yaitu pertobatan, pembaptisan orang percaya, penanaman gereja dan kedatangan Kerajaan Allah. Tujuan PI tercapai secara lengkap apabila nama TUHAN menerima kemuliaan yang selayaknya.[10] Dari tujuan ini kita diingatkan bahwa kemuliaan TUHAN dan bukan kemuliaan diri kita sendiri yang dicari dalam melakukan pekabaran Injil. Bukan kepuasan diri yang kita kejar apabila kita berhasil melakukan penginjilan, namun kemuliaan Allah dan demi menyenangkan hati Allah yang harus kita pikirkan.
Pendapat lain yang mengatakan mengenai tujuan utama pekabaran Injil diantaranya adalah Bavinck dan Gisbertus Voetius. Bavinck menyebut hal kedatangan dan perluasan kerajaan Allah sebagai tujuan utama PI. Hal kerajaan Allah ini langsung berkaitan dengan kemuliaan Allah. Kemudian ia mendukung Gisbertus Voetius yang menyebut tiga tujuan PI, yaitu (1) pertobatan orang kafir (conversio gentilium), (2) penanaman gereja Kristus (plantatio ecclesiae), dan (3) pemujaan dan penunjukan anugerah Allah (gloria et manifestatio gratiae divinae)[11].
Yakob Tomatala menyatakan tentang kedaulatan Allah dalam bukunya Teologi Kontekstualisasi yang menjadi penentu keabsahan elemen suatu budaya yang dapat digunakan bagi kontekstualisasi. Kuasa transformasi Kristus atas hidup para peserta budaya tersebut membuktikan bahwa elemen budaya yang digunakan telah berdaya guna.[12] Dari sini kita melihat kedaulatan Allah yang dibuktikan melalui kuasa keubahan yang dinyatakannya atas hidup orang yang percaya kepadaNya. Budaya yang ada dalam masyarakat yang menjadi jalan masuk untuk berita Injil itu disampaikan, merupakan hal yang patut kita syukuri dalam bangsa ini. Sebab kayanya budaya bangsa kita, menjadikannya sebagai banyaknya jalan masuk bagi berita keselamatan itu. Tentu masih di bawah naungan dan kuasa kedaulatan Allah yang menjamah hati orang yang belum percaya melalui Roh KudusNya sehingga mereka bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Menurut Perjanjian Baru, penginjilan berarti memberitakan Injil, kabar baik. Penginjilan adalah pengkomunikasian yang dilakukan oleh orang Kristen sebagai penyambung lidah Allah yang menyampaikan berita pengampunan Allah kepada orang berdosa. Barangsiapa menyampaikan berita ini dengan setia, dalam situasi apapun – dalam kumpulan besar, dalam kumpulan kecil, dari mimbar, atau dalam percakapan pribadi – ia sedang menginjili.[13]
Ini membuktikan ada berbagai macam cara atau metode untuk mulai terlibat dalam pelaksanaan misi atau melakukan penginjilan itu sendiri. Bukan berarti yang menginjil adalah mereka yang hafal Alkitab luar kepala dan mampu menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk menyatakan pentingnya keselamatan di dalam Yesus saja. Bahkan ketika kita sekedar mengobrol atau melakukan percakapan sederhana dengan orang lain, asalkan menceritakan pengampunan yang Allah berikan bagi kita orang berdosa, akan dapat membawa orang tersebut menerima Injil.
Kata kunci yang diajarkan oleh Dr. Yakob Tomatala adalah ‘suka’. Ketika seseorang suka dengan sesuatu hal atau seseorang, maka apapun akan diperbuatnya untuk mengalami, mendapatkan / memilikinya sendiri. Begitu juga dengan kehidupan orang percaya yang sudah menikmati keselamatan dan hidup mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Gambaran ini dapat tampil dengan menarik sehingga itulah yang menjadi daya tarik tanpa usaha menarik orang dengan paksa untuk masuk ke dalam kebahagiaan menuju kekekalan melalui keselamatan ini. Ketika selera seseorang dipenuhi, maka akan timbul kepuasan batin dan jiwa yang diakibatkan pemenuhan kebutuhan tersebut. Terlebih ketika pemenuhan kebutuhan batin ini dilanjutkan dengan adanya peningkatan dalam kerohanian seseorang yang mungkin sebelumnya belum pernah dirasakan. Peningkatan itu akan menuntut orang percaya untuk hidup dalam koridor kehendak Tuhan untuk tidak berbuat dosa lagi namun menyadari bahwa masing-masing kita perlu hidup dalam kekudusan menuju kesempurnaan seperti yang diinginkan oleh Allah yang suci.   
Tugas memberitakan Injil dan menjadikan murid tidak hanya berlaku bagi para rasul atau hamba-hamba Tuhan di gereja. Ini adalah tugas yang diberikan kepada seluruh gereja secara kolektif dan juga kepada setiap orang Kristen secara individual. Karena itu, setiap orang Kristen diwajibkan oleh Allah untuk memberitakan Injil Kristus. Setiap orang Kristen yang memberitakan Injil kepada sesamanya, melakukannya sebagai utusan dan wakil Kristus, sesuai dengan tugas yang diberikan Allah. Demikianlah otoritas dan tanggung jawab Gereja dan orang  Kristen dalam penginjilan seperti dikatakan oleh J.I. Packer.[14] Sebagai orang percaya yang bertumbuh dalam penggembalaan di gereja, maka kita juga termasuk dalam yang diwajibkan untuk melakukan tugas pemberitaan Injil dan memuridkan bagi Tuhan.
Orang Kristen diutus untuk mempertobatkan, dan sebagai wakil Kristus di dunia, orang Kristen tidak boleh mengurangi tujuan ini. Karena itu, penginjilan lebih dari sekadar mengajar, memberikan instruksi, dan meneruskan informasi kepada pikiran manusia. Penginjilan mencakup usaha untuk mendatangkan respons terhadap kebenaran yang diajarkan.[15] Pendapat Packer ini secara langsung menginstruksikan kita untuk tidak hanya berhenti pada pemberitaan Injil yang bersifat satu arah saja, tetapi pemberitaan itu perlu ditindaklanjuti untuk memperoleh respon dan dapat diketahui keefektifan dan keberhasilan suatu cara melalui hasil yang diketahui ini. Kita harus dapat membuka pintu untuk menerima respon dari orang yang belum percaya itu. Kedaulatan Allah yang bekerja melalui RohNya tentu menjadi otoritas tertinggi yang menentukan orang tersebut akan percaya dan menjadi keluarga Allah atau tidak.
Kita tentu dapat menggunakan berbagai metode dalam penginjilan yang kita lakukan. Salah satu cara ialah melakukan kontekstualisasi agar dapat diterima di segala lingkungan. Yakob Tomatala menyatakan  bahwa dalam berteologi di dalam konteks, nilai keabsahan dapat diukur dari sikap yang dimiliki terhadap beberapa hal di bawah ini seperti:
-          Alkitab adalah Firman Allah
-          Allah adalah Pencipta abadi
-          Yesus Kristus adalah Allah dan satu-satunya Juruselamat dunia
-          Roh Kudus adalah Allah, Penolong, Pembimbing, dan Pemberi hidup berkemenangan
-          Manusia adalah berdosa, dan hanya diselamatkan oleh karya Kristus
-          Gereja adalah umat Allah yang dipanggil sebagai saksi Kristus
-          Injil harus beradaptasi dengan budaya untuk mengadakan transformasi.[16]
Ini berarti diperlukan pemahaman yang tepat dan benar serta yang bersifat menyeluruh terhadap tujuh hal yang disebutkan di atas.
Ketika kita berkontekstualisasi, maka penting bagi kita untuk tetap menyatakan Alkitab adalah Firman Allah. Alkitab bukan berisi Firman Allah yang berarti hanya sebagian isi Alkitab yang merupakan kalimat langsung dari Allah yang merupakan Firman Allah.  Alkitab tetap merupakan Firman Allah apabila isinya adalah perkataan para nabi, raja, rasul atau perkataan penjahat dan iblis sekalipun. Mengapa bisa demikian? Ini disebabkan Alkitab bersifat terbuka dan jujur. Segala fakta yang menjadi kenyataan akan dimuat seutuhnya tanpa diedit atau dikurangi muatannya atau ditambah dengan tujuan memperhalus suatu penyampaian. Alkitab juga menuangkan kisah-kisah nyata yang Allah ingin sampaikan dengan utuh, tanpa membungkam tokoh tertentu yang bukan Allah. Bukan berarti apabila bukan Allah yang berbicara, maka itu tidak termasuk Firman Allah. Alkitab yang ditulis oleh sekitar empat puluh orang penulis diilhami oleh Roh Allah yang satu dan sama, sehingga isinya seluruhnya berfokus pada Kristus (Kristosentris). Apabila terdapat hal-hal yang tampak berlawanan atau tidak jelas, maka sebenarnya itu merupakan bentuk pemahaman kita yang belum sempurna terhadap Firman Tuhan tersebut, bukan kesalahan dari teks (mengacu pada bahasa asli teks, bukan terjemahan).    
            Dalam kontekstualisasi ke dalam budaya apapun, kita juga perlu mengingat bahwa Allah adalah Pencipta abadi. Dalam segala sesuatu perlu ditegaskan bahwa Allah adalah yang menciptakan manusia. Sehingga tidak ada teori bahwa manusia adalah hasil perkembangan / evosui dari hewan. Ataupun hasil dari reinkarnasi dari bentuk kehidupan sebelumnya yang kemudian membawa seseorang atau roh manusia ke dalam bentuk kehidupan selanjutnya.          
            Satu hal penting yang tidak boleh kita lalaikan dalam penyampaiannya adalah bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan satu-satunya Juruselamat dunia. Jangan sampai kita terjebak untuk menyampaikan Yesus hanya sebagai nabi atau orang suci karena penyampaian kita dituangkan ke dalam konteks budaya atau adat tertentu. Yesus bukan dewa atau raja secara manusiawi, tetapi hakekat Yesus sebagai Allah tidak boleh dilupakan dalam penyampaian kita. Begitupun mengenai Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat dunia. Kalau dikatakan banyak jalan menuju Roma, tetapi hanya ada satu jalan menuju surga yaitu Yesus. Hanya Yesus yang dalah Allah sendiri yang dapat menyelamatkan umat manusia lewat pengorbananNya di kayu salib demi menebus dosa seluruh dunia dalam keadaanNya yang tidak berdosa. Tidak ada pribadi lain yang dapat dibandingkan dengan Yesus, dan karya penyelamatan Allah melalui Yesus adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi permasalahan manusia bergumul melawan dosa.     
Penekanan mengenai Roh Kudus adalah Allah, Penolong, Pembimbing, dan Pemberi hidup berkemenangan juga perlu diperjelas. Sebab ada aliran yang mengatakan Roh Kudus hanya sebuah tenaga, kuasa, bukan Pribadi dari Allah sendiri. Segala peran Roh Kudus untuk menolong, membimbing / menuntun kita masuk dalam kebenaran sesuai Firman Tuhan juga perlu disadari. Agar kita tidak mengandalkan diri atau sombong apabila kita ditolong dan berkmenangan dalam menghadapi kehidupan ini.
Dalam penginjilan menggunakan metode apapun, kita perlu mengedepankan suatu fakta nyata bahwa manusia pada hakikatnya adalah berdosa. Bukan dipengaruhi oleh faktor eksternal misalnya lingkungan, pergaulan, ataupun situasi kondisi apapun, tetapi sejak mulanya memang berdosa karena dosa asali yang dilakukan Adam dan Hawa di Taman Eden yang waktu itu diselesaikan oleh Allah melalui kulit binatang yang dikorbankan dengan pengharapan terhadap Mesias yang akan datang. Keberdosaan  manusia yang merupakan hakikat manusiawi ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh daya upaya manusia. Hanya Allah yang dapat memberikan solusi bagi permasalahn dosa manusia ini, sebab upah dosa adalah maut (Roma 3:6) dan Allah yang adil itu menuntut agar upah ini dibayar lunas. Namun, tidaklah mungkin semua manusia membayar dosanya sendiri-sendiri sementara dalam dirinya masih ada natur berdosa dan mati hany6a dapat dilakukan sekali. Oleh sebab itulah, Allah mempersiapkan karya agung keselamatanNya yang dilakukan oleh Anak Tunggal Allah, Yesus Kristus. Yesus Kristus yang tidak berdosa (hakikat sebagai Allah) dan tidak berbuat dosa meski mengalami berbagai macam siksaan dan penderitaan, melakukan kehendak Allah dengan taat dan mati di kayu salib. PengorbananNya yang sempurna ini membayar segala upah dosa manusia dan semua yang percaya kepada jalan keselamatan ini oleh pertolongan Roh Kudus akan mendapat bagian dari kekekalan itu sendiri.
Pandangan kita dalam berkontekstualisasi terhadap gereja tidak boleh salah. Gereja adalah umat Allah yang dipanggil sebagai saksi Kristus. Ini berarti setiap orang yang berhimpun dalam gereja punya tugas khusus untuk menjadi saksi Kristus. Menjadi saksi berarti menceritakan karya yang sudah Kristus lakukan bagi kehidupannya pribadi yang berlaku untuk semua orang dan dapat diaplikasikan dengan beriman kepada karya Agung itu dan memperoleh keselamatan.
Untuk umat Allah dalam gereja dapat menyadari kebenaran ini, maka perlu diadakan pembinaan dan pengajaran akan kewajiban umat Allah menjadi saksi Kristus. Pertama-tama semua yang tergabung sebagai umat Allah perlu meyakini bahwa dirinya sendiri telah diselamatkan oleh Allah dengan pasti. Apabila dirinya sendiri belum diyakinkan tentu akan sulit bagi mereka untuk menyaksikannya kepada orang lain. Setelah memastikan terhadap diri sendiri, maka mereka dapat mulai menjadi saksi mulai lingkungan terkecil atau terdekat bagi mereka dan meningkat untuk makin meluas dan mendalam dalam ruang lingkup mereka menjadi saksi bagi Kristus.
Kontekstualisasi yang kita lakukan bukanlah untuk kita sekedar mempelajari kebudayaan, mengambil nilai-nilai darinya dan justru terpengaruh dengan kebudayaan baru tersebut. Injil harus beradaptasi dengan budaya untuk mengadakan transformasi. Ini berarti memang diperbolehkan ketika kita menggunakan suatu nilai atau cara untuk masuk ke dalam budaya tertentu. Namun, kita tetap menekankan nilai-nilai kekristenan yang akan mengadakan transformasi / perubahan-perubahan positif demi menuju ke arah yang lebih baik dan lebih benar dibanding sebelumnya. Prinsip kebudayaan tersebut yang mungkin sejajar atau cocok dengan nilai-nilai kekristenan dapat kita pertahankan, tetapi yang jelas-jelas berlawanan dan dapat melemahkan iman serta mengacaukan pengetahuan kita akan iman Kristen sebaiknya dibuang jauh-jauh dan tidak dibuka kesempatan untuk masuk dan mengacaukan tatanan nilai yang ada.
Apabila kontekstualisasi yang kita gunakan tidak bertentangan dengan pembahasan ketujuh hal di atas dan malah mendukung kebenarannya, maka kita dapat menerapkannya sebagai salah satu metode penginjilan yang cocok sehingga dapat terus membawa jiwa bagi Tuhan dan memuridkan orang lain sehingga siklus ini berjalan secara berkesinambungan.
Adanya kedaulatan Allah dapat mendorong manusia untuk tidak lagi / berhenti melakukan misi sebab apabila Allah sudah menentukan seorang diselamatkan atau tidak, maka orang tsb akan dibawa dengan cara apapun untuk dapat selamat pada akhirnya. Begitu juga sebaliknya kedaulatan Allah secara positif juga dapat mendorong seseorang melakukan penginjilan. Hal ini terjadi apabila seorang menyadari bahwa Allah menginginkan semua orang diselamatkan dan kedaulatanNya merupakan kuasa yang menjadikan penginjilan itu berhasil.
James Denney mengatakan, “Kita tidak boleh memisahkan Karya Kristus dari Pribadi yang mengerjakannya sehingga merupakan tugas bagi para penginjil yang adalah memberitakan Kristus dalam karakter-Nya sebagai Dia yang tersalib.[17] Karakter Yesus inilah yang seharusnya menjadi karakter pemberita Injil sehingga berita tentang Juruselamat itu terpancar dalam diri kita. Seringkali inilah yang menjadi kegagalan orang Kristen menampilkan daya tarik Kristus. Bahkan pengalaman nyata Mahatma Gandhi yang melihat bahwa kehidupan orang Kristen kurang memancarkan Kristus yang hidup di dalam mereka menjadi penghalang baginya untuk menjadi pemeluk agama Kristen, meski dia mempercayai keberadaan Yesus Kristus.
Orang yang belum percaya seharusnya dapat melihat Yesus Kristus yang terpancar keluar dari kehidupan orang Kristen sehingga menjadi jawaban atas perbedaan sikap-sikap yang positif karena teladan Kristus. Sikap Kristus yang tersalib ini, adalah sikap mengosongkan diri (kenosis dalam Filipi 2:7) sebagai manusia biasa meski pada hakekatnya Kristus adalah Allah sendiri. Sikap inilah yang sepatutnya menjadi teladan bagi kita agar kita tidak menyombongkan diri menyadari segala sesuatu adalah dari Tuhan dan meneladani sikap rendah hati Yesus yang taat pada kehendak Allah ketika diutus ke dalam dunia untuk menyelamatkan isi dunia.
Jadi, penginjilan menurut Paulus adalah pergi dalam kasih, sebagai utusan Kristus di dalam dunia, untuk mengajarkan kebenaran Injil kepada orang berdosa, dengan tujuan untuk mempertobatkan dan menyelamatkan mereka.[18] Jika kita mengingat hal ini dan membawanya terus dalam pemikiran kita, maka segala usaha dan metode yang kita gunakan dalam penginjilan hendaknya sampai mewujudkan pertobatan orang berdosa sehinga mereka memperoleh keselamatan dari Tuhan atas pelayanan kita itu, bukan hanya sekedar memberitakan saja.
Nada yang sama diungkapkan J.I. Packer, bahwa berita penginjilan dimulai dengan informasi dan diakhiri dengan undangan. Yang diinformasikan adalah karya Allah yang menjadikan Anak-Nya Juruselamat pribadi bagi orang berdosa, dan undangannya adalah untuk datang kepada Juruselamat dan beroleh hidup.[19] Terkadang kita melupakan bahwa hasil akhir yang kita capai harus sampai pada undangan untuk datang kepada Juruselamat, menerima Yesus sebagai Tuhan secara pribadi sehingga jaminan keselamatan itu diterima. Seringkali kita hanya sampai pada tahap menginformasikan karena menganggap yang penting sudah menunaikan tugas mengabarkan berita keselamatan yaitu Injil itu sendiri. Kita lupa bahwa penginjilan juga membawa seseorang yang belum percaya itu untuk menjadi percaya dan menerima hadiah terindah berupa anugerah keselamatan itu.
Dalam analisis terakhir, hanya ada satu agen dalam penginjilan, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Kristus melalui Roh Kudus-Nya memampukan hamba-hamba-Nya untuk menjelaskan Injil dengan benar dan mengaplikasikannya dengan berkuasa dan efektif; Kristus pula yang melalui Roh Kudus-Nya membuka pikiran dan hati manusia untuk menerima Injil dan menarik mereka datang kepada-Nya.[20] Dari pernyataan ini, maka pemahaman kita akan kedaulatan Allah semakin lengkap dimana tidak hanya kuasa Allah atas penginjilan itu sendiri, namun adanya Pribadi Roh Kudus yang memampukan dalam memberikan penjelasan Injil yang benar dan dilanjutkan dengan aplikasi yang tepat merupakan suatu hal yang luar biasa. Dari sini kita melihat bahwa yang perlu kita lakukan adalah menyerahkan hidup saja, sebab segala keberhasilan pekerjaan hanya datang dari Roh Kudus yang menarik, membuka pikiran dan hati manusia untuk menerima Injil. Maka merupakan suatu hal yang keterlaluan apabila kita menolak melakukan tugas pemberitaan Injil ini.
Kepercayaan bahwa Allah berdaulat dalam anugerah tidak mempengaruhi kebutuhan akan penginjilan. Kepercayaan bahwa Allah berdaulat dalam anugerah tidak mempengaruhi urgensi penginjilan. Kepercayaan bahwa Allah berdaulat dalam anugerah ketulusan dari undangan Injil, atau kebenaran dari janji Injil.[21] Hal ini menyiratkan bahwa apabila kita percaya bahwa Allah berdaulat, tetap saja penginjilan merupakan hal yang penting. Penginjilan tetap dibutuhkan untuk membawa orang berdosa menjadi orang percaya sehingga Amanat Agung dilaksanakan oleh umat Allah dan tujuan Allah membawa kemuliaan dan keselamatan orang berdosa tercapai.
Penginjilan juga tetap memiliki urgensi yang sama meskipun kita tahu bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu. Hari kedatangan Tuhan yang sudah semakin mendekat menjadi pertimbangan utama kita bahwa penginjilan merupakan sesuatu yang urgen. Pentingnya melakukan penginjilan juga patut diperhatikan mengingat masih adanya kesempatan yang Tuhan berikan selama kita masih menikmati kehidupan di dalam dunia ini. Dalam kehidupan kita masing-masing, setiap kesempatan dan waktu yang Tuhan berikan untuk dapat kita pergunakan menginjil hendaknya kita manfaatkan sebaik-baiknya, sebab kesempatan belum tentu datang dua kali dan saat kita memperoleh kesempatan itu maka itu berada dalam pengaturan rencana dan kehendak Allah bagi seseorang dibawa menuju jalan keselamatan, meskipun dalam penetuan waktu dan hasil akhirnya mungkin belum dapat kita lihat saat sekarang ini.   
Kita harus memberitakan Injil karena tanpa pengenalan akan Injil, tak seorang pun akan selamat. Kita harus berdoa karena hanya Roh Kudus yang berdaulat di dalam hati kita dan di dalam hati manusia yang dapat membuat pemberitaan kita efektif bagi keselamatan manusia, dan Allah tidak akan mengirim Roh Kudus jika tidak ada yang berdoa.[22] Orang-orang yang belum percaya tidak akan sampai kepada jalan keselamatan itu apabila kita tidak memberitakannya kepada mereka. Dan ketika mereka sudah mendengar kabar keselamatan yang hanya dapat diperoleh di dalam satu-satunya Juruselamat yaitu Yesus, maka kita kemudian dapat berserah kepada Roh Kudus untuk bekerja dalam hati orang yang belum percaya itu dan mengerakkannya untuk menerima Yesus masuk dalam kehidupannya dan memerintah sebagai Tuhan dan Raja secara pribadi.
Kita perhatikan pernyataan J.I. Pakcer di atas memiliki alur tertentu berkaitan dengan keefektifan penginjilan. Terkadang kita melakukan penginjilan dengan berbagai macam metode yang kita pelajari dengan begitu serius untuk memperoleh hasil akhir yang membuktikan bahwa cara yang kita pakai sudah efektif atau belum. Sebenarnya, cara apapun yang kita pakai tidak menjadi suatu permasalahan penting. Memang benar bila kita perlu berkreasi dan menjadi pribadi yang inovatif untuk kita terus meningkatkan pelayanan kepada sesama untuk Tuhan, namun kita perlu memperhatikan standar yang disebutkan dalam tulisan J. I. packer ini.
   Disebutkan bahwa hanya Roh Kudus yang berdaulat di dalam hati manusia sehingga menjadikan pemberitaan Injil kita berhasil atau tidak. Dan yang penting untuk diperhatikan ialah pernyataan tegas bahwa Roh Kudus tidak akan diberikan jika kita tidak berdoa. Betapa pentingnya doa dalam pelayanan penginjilan ini. Doa kita hendaknya memiliki kerinduan untuk jiwa-jiwa diselamatkan dan selanjutnya memohon Allah memampukan kita sebagai alat pemberita InjilNya sehingga Roh Kudus saja yang menyertai pelayanan kita dan menjadikan kita berhasil dengan menggerakkan hati orangyang belum percaya untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. 
            Dengan memiliki pemahaman yang tepat dan benar serta menyeluruh mengenai pribadi Allah, maka pengenalan kita akan semakin mendalam untuk kita dapat mengetahui dan mengerti sifat-sifat Allah terutama kedaulatan Allah dalam melakukan penginjilan. Kita harus tetap tunduk dan taat, memancarkan karakater Kristus yang tersalib yang kita beritakan, sambil tetap berdoa memohon pertolongan Roh Kudus yang mampu menolong penginjilan kita untuk dapat berhasil dan mencapai tujuan Pekabaran Injil yaitu membawa kemuliaan bagi TUHAN.
 Formulasi Upaya Pemecahan Masalah
Ø  Mengingat pengajaran merupakan cara yang efektif untuk menumbuhkan pengertian kepada jemaat, maka cara yang utama untuk memasukkan pemikiran dan perspektif yang benar mengenai kedaulatan Allah adalah melalui pemberitaan Firman Tuhan (kotbah). Pemberitaan Firman Tuhan ini dapat dilakukan oleh Gembala Sidang jemaat dari mimbar utama gereja, maupun oleh para penatua, para majelis atau aktivis gereja yang bertugas dalam ibadah lain seperti misalnya pembinaan kaum muda, remaja, maupun dalam wadah perkumpulan cellgroup / kelompok sel. Dengan demikian diharapkan agar jemaat mengerti mengenai kedaulatan Allah dalam misi secara utuh dan alkitabiah, sehingga yang dijadikan standar adalah Firman Tuhan yang tertuang dalam Alkitab secara keseluruhan, bukan satu bagian saja atau seluruh bagian saja.

Ø  Dalam Departemen Misi atau wadah khusus yang membawahi penginjilan suatu gereja perlu diberikan materi khusus mengenai kedaulatan Allah ini sehingga para anggotanya memiliki pemahaman yang komprehensif dan benar sehingga memiliki sikap yang tepat menghadapi tugas penginjilan yang adalah bagian utama dari bidang pelayanan misi. Setelah mereka diisi oleh pengetahuan menyeluruh mengenai kedaulatan Allah dan diluruskan pengertiannya agar tidak salah paham, maka selanjutnya mereka perlu dilatih untuk menyampaikan tentang kedaulatan Allah baik dalam bentuk penjelasan, kesaksian ataupun renungan singkat / sharing Firman Tuhan. Ketika mereka diisi dengan pengertian yang benar, maka diharapkan penyampaian yang mereka lakukan akan juga dipengaruhi sehingga membawa dampak yang positif bagi orang yang dilayaninya.

Ø  Untuk jemaat secara umum dan luas, dapat diadakan seminar mengenai kedaulatan Allah dengan kaitannya terhadap pelaksanaan misi / penginjilan. Di dalam seminar ini setelah diadakan pemaparan materi yang jelas, maka sebaiknya dibuka sesi tanya jawab agar para peserta seminar itu dapat lebih mendalami materi yang disampaikan dan tidak ada keraguan atau kebingungan yang tersisa setelah seminar berakhir.
 Kesimpulan dan Saran
Beberapa hal di bawah ini menjadi kesimpulan dan saran untuk dapat dipahami mengenai kedaulatan Allah berkaitan dengan misi. Hal-hal tersebut adalah:
v  Pentingnya memiliki pemahaman yang benar mengenai unsur kedaulatan Allah dalam misi secara utuh dan alkitabiah. Apabila Allah berdaulat, bukan berarti kita hanya menunggu Allah mendemonstrasikan kedaulatanNya, tanpa kita terlibat dalam pelaksanaan misi. Dengan mengenal Allah lebih dalam dan benar, maka kita akan dapat memahami bahwa Allah menghendaki semua orang diselamatkan dimana hal ini dibuktikan dengan perpanjangan waktu dan panjang sabarnya Allah yang masih menantikan dan memberikan kesempatan untuk manusia berdosa menjadi orang percaya.

v  Perlunya memiliki kesadaran bahwa merupakan tugas bagi setiap orang percaya untuk mengemban mandat pelaksanaan Amanat Agung seperti tertuang dalam Matius 28 ayat 19-20. Dengan demikian masing-masing kita yang sudah diselamatkan mendapat tugas untuk menjadi pemberita-pemberita Injil sehingga orang lain yang belum percaya mendapat jamahan Roh Kudus dan lewat doa dan pelayanan kita dapat dibawa menuju jalan keselamatan melalui satu-satunya Juruselamat yaitu Yesus Kristus.

v  Kita sebagai umat Allah perlu memiliki kesediaan menjadi alat pemberita Injil seperti halnya Paulus, dimana merupakan suatu kehormatan yang diberikan oleh Allah dimana kita dipakai menjadi alat mulia yang membawa kemuliaan bagi namaNya.

v  Adalah merupakan kedaulatan Allah untuk menentukan seorang selamat atau tidak pada akhirnya, dan kemahatahuan Allah sebenarnya telah menjawab hal ini, namun hal ini seharusnya tetap tidak mengurangi kegigihan dan kesungguhan kita untuk berusaha mengabarkan berita keselamatan dalam penginjilan.

v  Justru karena kita tahu bahwa Allah berdaulat, maka kita perlu berusaha keras untuk melakukan misi dalam pekabaran Injil sehingga orang yang sangat berdosa sekalipun dapat diselamatkan oleh Allah yang berdaulat itu. Ini dapat terjadi apabila kita diyakinkan bahwa Allah yang berdaulat itu sanggup mengubahkan seorang dari tidak percaya menjadi percaya, meninggalkan kehidupan yang lama, memperoleh hidup baru untuk diperbarui dalam keselamatan yang dikerjakannya dengan takut dan gentar.
 v  Dalam mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar inilah, kita hidup dengan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada untuk memberitakan berita keselamatan, yaitu Injil itu sendiri dengan menjadikan kehidupan ini menarik sebagai surat terbuka yang dapat dibaca oleh semua orang di sekeliling kita, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung, kita dapat melakukan usaha penginjilan dan memenangkan jiwa bagi kemuliaan Tuhan.

v  Dalam menghadapi tugas penginjilan dengan berbagai metode dan cara, satu hal yang penting adalah berserah kepada Allah melalui doa dan pergumulan kita menyadari bahwa kedaulatan Allah yang di atas segalanya dapat memampukan kita melakukan segala sesuatu dalam penginjilan dan membawa jiwa untuk menjadi pengikut Kristus.

v  Setelah memahami kedaulatan Allah dalam misi dimana Allah bukan saja menjadi inisiator, tetapi memungkinkan penginjilan itu terjadi dan apabila berhasil itu semua adalah untuk dikembalikan bagi kemuliaan namaNya, maka kita hendaknya memiliki sikap yang benar terhadap pelaksanaan misi dengan tetap terlibat dan bertanggung jawab dalam melakukannya dalam kehendak dan kuasa Allah.


kunjungi juga tulisan yang lainnya  http://siraitsamuel.blogspot.co.id/2015/08/doctrinal-statement-pernyataan-iman.html


[1]Edmund Woga, CSsR., Pustaka Teologi Dasar-Dasar Misiologi (Yogykarta:Kanisius, 2002 ) 13 -14.
[2]Weinata Sairin. Visi Gereja Memasuki Milenium Baru (Jakarta: BPK, 2002) 12.
[3]Weinata Sairin. Visi Gereja Memasuki Milenium Baru (Jakarta: BPK, 2002) 13.
[4] Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah. Hal. 13
[5] Indra, Ichwei G. Teologi Sistematis. Hal. 163
[6] Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah. Hal. 13
[7] Venema, H. Injil untuk Semua Orang. Hal. 63
[8] Ibid. Hal. 65
[9] Venema, H. Injil untuk Semua Orang. Hal. 230
[10] Ibid. Hal. 228, 233-234
[11] Ibid. Hal. 229
[12] Tomatala, Yakob. Teologi Konteksualisasi. Hal. 40
[13] Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah. Hal. 29

[14]Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah. Hal. 33
[15] Ibid. Hal 37
[16] Tomatala. Teologi Kontekstualisasi. Hal. 89-90
[17] Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah. Hal. 53
[18] Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah.Hal. 40

[19] Ibid. Hal. 73
[20] Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah.Hal. 68
[21] Ibid. Hal. 78-80

[22]Packer, J.I. Evangelism and the Sovereignity of God – Penginjilan dan Kedaulatan Allah.Hal. 102